Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk rakus terhadap dunia dan segala perhiasan di dalamnya, terutama adalah harta. Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta; pasti ia menginginkan yang ketiga, sedangkan perut anak Adam tidaklah dipenuhi kecuali dengan tanah, dan Allah memberi taubat-Nya kepada yang bertaubat” (HR. Bukhari Muslim)
Harta tak bisa jamin keberkahan hidup
Baca Juga : Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan Dalam Tuntunan Islam
Baca Juga : Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan Dalam Tuntunan Islam
Allah Ta’ala telah memberikan batasan-batasan dalam ajaran Islam tentang harta, yaitu menetapkan bahwa yang halal itu jelas dan haram itu jelas.Bahkan dalam hal yang halal sekalipun Allah Ta’ala melarang hamba-hambaNya untuk berlebih-lebihan, apalagi yang haram. Allah Ta’ala berfirman:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”(QS. Al A’raf: 31)
“Makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu.dan Barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia.” (QS. Thaha: 81)
Islam mengajarkan kepada umatnya agar berlaku qana’ah dalam kehidupannya di dunia. Karena dengan sifat inilah maka hidup akan dipenuhi keberkahan, jauh dari sifat rakus, iri dengki, dan sombong. Qana’ah adalah ridha dengan ketetapan Allah Ta’ala dan berserah diri pada keputusanNya, yaitu segala yang dari Allah itulah yang terbaik atau dengan kata lain qana’ah berarti merasa cukup dengan nikmat Allah. Seorang muslim yang memiliki sifat qana’ah akan senantiasa merasakan ketenangan dalam hidupnya, ia akan ridho dengan nikmat Allah padanya dan tidak memiliki iri dengki terhadap nikmat Allah pada orang lain.
Allah Ta’ala yang menetapkan siapa saja di antara hambaNya yang memiliki kelapangan rezeki, dan sebaliknya sebagaimana Firman Allah Ta’ala
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.”(QS. Al Isra: 30)
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.”(QS. An Nahl: 71)
Dari dua ayat di atas, Islam mengajarkan kepada umatnya agar memiliki sifat Qana’ah dalam kehidupannya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam: “Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk kepada Islam, diberikan rezeki yang cukup dan qana’ah (merasa cukup) dengan rezeki tersebut.” (HR. Ibnu Majah dan Dishahihkan oleh Syeikh Al Albani)
Dalam hadits di atas Rasulullah mengaitkan keberuntungan dengan tiga hal yaitu keislaman, kecukupan rezeki, dan sifat qana’ah. Dengan Islam seseorang akan memperoleh keberuntungan karena Islamlah satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah Ta’ala. Dengan rezeki yang cukup akan menjaga dirinya dari sifat meminta-minta, serta dengan sifat qana’ah maka akan mendorong dirinya untuk ridho terhadap segala keputusan Allah Ta’ala tak terkecuali masalah rezeki.
“Dari ‘Ubaidillah bin Mishan Al Anshary berkata, bahwa Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (diri, keluarga, dan masyarakat), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi 2346 dan Ibnu Majah 4141)
Qana’ah adalah kekayaan hakiki yang seharusnya ada pada diri seorang muslim. Berapapun rezeki yang ia dapatkan maka ia akan senantiasa mensyukuri nikmat tersebut. Dari Abu Hurairah Ra ia berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Yang namanya kaya bukanlah yang memiliki banyak harta, akan tetapi kaya itu adalah hati yang senantiasa merasa cukup (Ghina An Nafs).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan, “Siapa yang ingin terus menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka ia tidak disebut kaya hati” (Syarh Shahih Muslim 7: 140)
Islam tidak melarang umatnya untuk kaya harta, bahkan hal itu lebih baik, tentunya jika kekayaan yang dimilikinya bisa bermanfaat untuk kepentingan umat.Yang dilarang dalam Islam adalah seorang yang kaya harta namun hartanya tersebut melalaikannya dari mengingat Allah, ibadah, kematian dan kehidupan akhirat.Jadilah orang kaya yang bertakwa, sehingga kekayaanya menjadikan dirinya semakin dekat kepada Allah Ta’ala. Bukankah Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala mencintai hamba yang bertakwa yang kaya, yang tersembunyi” (HR. Muslim) “
idak mengapa seorang itu kaya asalkan bertakwa.Sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan hati yang bahagia adalah bagian dari nikmat” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
Jadilah orang kaya seperti Abdurrahman bin ‘Auf dan Utsman bin ‘Affan yang kekayaanya dipergunakan dalam perjuangan Islam, baik dalam dakwah, tarbiyah, maupun jihad fii sabiilillah. Kekayaan yang ada pada dirinya tak memalingkannya dari orientasi kehidupan akhirat.Jadilah orang yang bertakwa terlebih dahulu itulah kuncinya. Jadi ketika ia dikaruniai banyak harta, hartanya akan menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah Ta’ala.
Sifat Qana’ah memiliki manfaat yang begitu luar biasa, di antaranya adalah:
- Memperkuat iman,
- Membantu dalam merealisasikan rasa syukur,
- Memperoleh kehidupan yang baik,
- Menjaga diri dari perbuatan dosa,
- Memperoleh kekayaan hakiki, dan
- Memperoleh kemuliaan.
Kemudian bagaimana agar sifat qana’ah ada dalam diri seorang mukmin?, apa kiat-kiat agar hati dikaruniai sifat qama’ah?. Berikut beberapa kiat memperoleh sifat qana’ah dalam diri:
- Memperkuat keimanan terhadap takdir Allah, sabar, dan tawakkal,
- Mentadabburi ayat Allah Ta’ala dan Hadits Rasulullah,
- Memahami hikmah Allah dalam perbedaan rezeki dan kedudukan di antara manusia,
- Berdoa,
- Melihat kondisi orang-orang yang berada di bawah kita,
- Membaca sejarah sahabat dan salafusshalih,
- Memahami bahwa harta dapat membawa dampak buruk dan lain sebagainya.
OLEH: SYAFRIANTO, MA
Tags
Al-Islam