Jika kita dari Bukittinggi melewati arah barat jalan yang berliku yang dikenal dengan kelok44, maka kita akan menuju Danau Maninjau yang terletak di Kabubapten Agam " Sumatera Barat".
Baca Juga : Wisata Bukit Batu Manda
Menurut cerita orang-orang tua dahulu, yang juga diperkuat oleh pendapat ilmiah para ahli vulkanologi, kabarnya dahulunya Danau Maninjau berasal dari gunung berapi. Orang menyebutnya Gunung Tinjau, sebagai Tungku Tigo Sajarangan di samping Gunung Singgalang dan Merapi. Entah beberapa ribu tahun yang lalu gunung tersebut meletus.
Begitu hebat letusannya, sehingga tubuh gunung tersebut melayang ke langit biru kemudian terhempas kembali ke bumi, membentuk jajaran bukit di luhak Agam. Bukit-bukit yang melingkari Danau Maninjau sebagai batas dengan daerah-daerah sekitarnya, adalah kaki-kaki dari Gunung Tinjau yang tersisa sampai sekarang. Lambat laun, kawah yang terjadi diisi oleh air yang mengalir dari hutan sekelilingnya, kemudian terjadilah sebuah danau. Itulah Danau Maninjau, sebagaimana yang bisa kita temui di 36km sebelah barat Bukittinggi.
Menurut kepercayaan anak Tanjung Raya, yang diterima dari ninik turun ke mamak, dari mamak turun ke kemenakan sampai sekarang, Danau Maninjau dihuni oleh Bujang Sembilan, yaitu sembilan ikan raya piaraan orang bunian. Satu waktu, ada masanya belerang di dasar danau naik ke permukaan meracuni air, sehingga ikan-ikan menjadi mabuk, itulah yang dikatakan “tubo”. Pada saat air tidak bersahabat dengan kehidupan di dalamnya, Bujang sembilan berenang beriringan hilir mudik. Panjangnya adalah lima depa, berpunggung biru dadanya merah, sungut sepasang beradai-radai, cahayanya benderang dalam air. Barang siapa yang berani mengganggu menyakiti, alamat dia mati mendadak atau raib digunggung orang halus.
Ini Kisahnya Tentang Bujang Sembilan Itu :
Di perkampungan tersebut tinggal sepuluh bersaudara dengan sembilan orang laki-laki dan seorang perempuan. Mereka adalah Kukuban, Kudun, Bayua, Malintang, Galapuang, Balok, Batang, Bayang, Kaciak dan yang perempuan bernama Siti Rasani. Kukuban menjadi kepala keluarga setelah kedua orang tua mereka meninggal.
Kesepuluh bersaudara tersebut hidup bertetangga dengan keluarga Datuk Limbatang. Datuk Limbatang memiliki seorang anak laki-laki bernama Giran. Kedua keluarga tersebut biasa saling berkunjung.
Suatu hari, Datuk Limbatang pergi berkunjung ke rumah keluarga Kukuban. Ia mengajak anaknya yaitu Giran. Saat itulah Giran bertemu Siti Rasani, adik bungsu Kukuban. Keduanya akhirnya saling jatuh cinta. Baik keluarga Datuk Limbatang maupun keluarga Kukuban menyetujui hubungan keduanya.
Namun pada saat selanjutnya terjadilah pertandingan silat antara Giran dengan kakak tertua bujang sembilan yaitu kubukan, yang berakhirnya dengan kekalahan kukuban yang menyebabkan munculnya kebencian yang mendalam dari kukuban dan akhirnya memutuskan tidak menyetujui hubungan antara Giran dan Adik bungsunya.
Karena ketidak setujuan kakaknya itu ternyata secara diam-diam mereka mengadakan pertemuan, dan dalam pertemuan itu terjadilah tragedi mengejutkan tanpa sengaja Siti rasani terjatuh sehingga menyebabkan pahanya terluka, dan Giran sebagai kekasih tentu tidak tinggal diam dan berusaha menolong agar darah yang ada di paha kekasihnya itu tidak semakin banyak, namun hal itu terlihat oleh semua kakak beradik saat mereka menemukan sepasang kekasih tersebut. Sehingga muncul fitnah oleh saudara siti bahwa Giran telah melakukan hal yang tidak senonoh dan mnta diadili dengan cara adat.
Dalam Sidang diputuskan bahwa Giran dan Siti bersalah dan dihukum adat dengan di lempar kegunung Tinjau. sebelum di lempar itu mereka sempat berdo'a, " Ya Tuhan kalau memang kami bersalah maka hancurkanlah kami didalam kawah panas ini, namun jika tidak bersalah maka letuskanlah Gunung Tinjau. Kutuk Saudara-saudara kami menjadi Ikan, Do'a mereka terkabul, Sesaat setelah Giran dan Sani berdo'a dan melompat kedalam kawah maka tiba-tiba gunung meletus dengan hebatnya.
Lahar panas mengalir menghancurkan desa dikaki gunung tersebut, bekas letusan gunung api itu, menghasilkan cekungan yang luas, Kini cekungan tinjau itu menjadi penuh air sehingga menjadi sebuah danau, sehingga masyarakat mengenalnya dengan nama Danau Maninjau. Kesembilan Saudara Siti, KUkuban dan adiknya berubah menjadi ikan.
Terlepas dari benar atau tidaknya cerita atau legenda di atas itulah yang turun-tenurun ceritanya sampai saat sekarang ini.
Tags
Wisata