MENDIKBUD baru menggagas pemberitahuan full day school ( FDS ). Anak bakal lebih lama berada di sekolah dari semua pukul 13.00 menjadi pukul 17.00. Gagasan FDS diklaim punya pertimbangan kuat. Pendidikan karakter, terutama untuk jenjang pendidikan dasar, perlu mendapatkan porsi besar. Betapa penting membentangi anak-anak dari yang disebut " ancaman " dunia diluar sekolah. Misalnya keluyuran ke mall atau kegilaan kepada game online.
Baca Juga Ya : Sex Education, Perlukah Bagi Anak.?
Sebagai orang tua memang percaya benar bahwa sekolah sangatlah menentukan keberhasilan anak. Mereka tidak peduli berapapun biaya sekolah untuk buah hati mereka untuk FDS ini. Sebaliknya, sebagian orang tua justru lebih yakin bahwa orang tualah penentu utama keberhasilan sang anak. Jangankan memilih FDS, niat menyekolahkan anak saja tidak punya. Padahal, rumah orang tua dan sekolah bukanlah dua kutub terpisah. Keduanya semestinya berpadu memfasilitasi anak untuk maju. Untuk orang tua, ada parenting. Untuk guru, ada home visiting.
Yang tidak kalah penting, benarkah anak-anak membutuhkan FDS itu ? Sekolah bukan hanya soal gedung-gedung megah dengan sarana dan prasarana wah. Bukan pula semata tentang kurikulum dengan ambisi setinggi langit. Bukan juga cuma ihwal guru-guru yang mumpuni dalam bidang study. Sebuah sekolah, mungkin punya semuanya. Tapi apalah artinya jika anak-anak justru merasa terpenjara disana?
Semua tempat belajar adalah " sekolah ", mushallla, lapangan olahraga, taman bermain. Anak-anak perlu sukacita saat belajar di manapun. Mereka hanya ingin kehadiran guru yang penuh kasih sayang. Ustad yang penuh kedamaian. Pelatih olahraga yang penuh motivasi dan prestasi. Pengajar seni nan inspiratif. Lebih-lebih, orang tua yang penuh keteladanan.
Psikolog humanistis menekankan bahwa anak-anak pada dasarnya punya kemampuan belajar yang alami. Mereka mampu merasakan,, pakah dengan FDS, bersekolah setengah hari, atau bahkan cukup belajar di rumah. Kondisi dan potensi anak jelas beragam. Perkembangan mereka di tiap daerah di seluruh Indonesia juga berbeda.
Mewajibkan semua lembaga pendidikan menerapkan full day school seakan merupakan upaya penyeragaman yang tidak kontekstual. Bagi anak di kota maupun didaerah-daerah. Lebih-lebih tanpa prakondisi, gagasan itu seperti hanya dipaksakan saja.
Cara-cara instan akan semakin menipiskan harapan memecahkan problem pendidikan. Alangkah indahnya bila kebijakan dari satu menteri ke menteri lain merupakan solusi yang simultan, ramah keberagaman, dan kuat dukungan. Pendidikan seharusnya melahirkan generasi masa depan yang benar-benar memiliki masa depan.
Tags
Pendidikan