OLEH: SYAFRIANTO, MA
Allah
Ta’ala menciptakan jin dan manusia
dengan tujuan utama agar mereka beribadah kepadaNya. Sebagai makhluk ciptaan
Allah, kita sebagai manusia memiliki aturan hidup yang telah Sang Pencipta ‘Azza Wa Jalla tetapkan dalam Al Qur’an
dan As Sunnah yang disampaikan melalui lisan utusan dan kekasihNya, Nabi
Muhammad SAW. Segala amal perbuatan yang kita lakukan (apakah itu kebaikan
maupun kejahatan) akan mendapatkan balasan dari Allah Ta’ala sekecil apapun
itu, walau seberat biji sawi. Sebagaimana firmanNya:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan
seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya
pula”. (Q.S. Al
Zalzalah: 7 – 8)
Dalam
ayat lain Allah Ta’ala menjelaskan
bahwa siapa yang timbangan kebaikannya lebih berat dari timbangan kejahatannya
maka dialah orang yang beruntung dan sebaliknya. Firman Allah Ta’ala:
“Timbangan pada hari itu ialah kebenaran
(keadilan), Maka Barangsiapa berat timbangan kebaikannya, Maka mereka Itulah
orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, Maka
Itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu
mengingkari ayat-ayat kami.”
(Q.S. Al A’raf: 8 – 9)
Ketika
seorang insan mengetahui bahwa segala amal perbuatannya akan dimintai
pertanggung jawabkan oleh Allah Ta’ala seharusnya ia menjadikan kehidupannya di
dunia sebagai ladang berbekal, ladang beramal shaleh, ladang menabur benih
kebaikan yang kelak akan dipanennya di akhirat. Maka ia akan berusaha sekuat
mungkin mengerjakan apa yang Allah Ta’ala perintahkan dan menjauhi apa yang
dilarangNya, karena ia tahu bahwa ada dua malaikat yang senantiasa mencatat
segala perbuatan kita, dan Allah Ta’ala Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha
Mengetahui, Maha Teliti terhadap segala perbuatan hambaNya. Allah Ta’ala
berfirman:
“Tiada
suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas
yang selalu hadir.”
(QS. Qaf: 18)
“Dan Allah
sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang
waktu kematiannya. dan Allah Maha Teliti
apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S. Al Munafiqun: 11)
Oleh
karenanya Allah Ta’ala menjadikan taqwa sebagai tolak ukur mulianya seseorang
disisiNya, bukan karena harta kekayaan, pangkat jabatan, maupun keturunan.
Orang yang bertaqwa meyakini dengan pasti bahwa kelak segala amal perbuatannya
akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Ta’ala.
Pertanggungjawaban amal (Yaumul Miizan)
merupakan salah satu hal ghaib, dan
salah satu ciri orang yang bertaqwa adalah yang mengimani hal-hal ghaib,
sebagaimana Firman Allah Ta’ala:
“Alif laam miin. Kitab (Al
Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman
kepada yang ghaib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezki yang
Kami anugerahkan kepada mereka.”
(Q.S. Al Baqarah: 1 - 3)
Bukankah
tingkatan tertinggi bagi seorang muslim adalah ketika ia telah mencapai derajat
ihsan, yaitu seorang muslim yang
beribadah seakan-akan melihat dia melihat Allah Ta’ala dan jika tidak
melihatnya maka ia mengetahui bahwa Allah Ta’ala senantiasa melihatnya.
Sehingga ia akan dengan khusyu
beribadah kepadaNya, ia tak hiraukan pujian maupun celaan yang datang padanya,
karena ia yakin bahwa Allah mengetahui niat baik dan ibadah yang ia lakukan. Ia
akan senantiasa ingat akan Allah Ta’ala kapan dan dimanapun ia berada. Oleh
karenanya Rasulullah SAW berwasiat kepada kita dalam sabdaNya:
“Bertakwalah kepada Allah dimanapun kalian
berada, dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik maka ia akan
menghapuskannya, dan bergaulah dengan manusia dengan akhlak yang baik” (HR.
Ahmad dan Tirmidzi)
Namun
ternyata banyak di antara kita yang lupa akan beratnya hari pertanggungjawaban
amal tersebut. Ia terlalaikan dengan dunia sehingga lupa akan akhiratnya,
kesibukan dunia menjadikan ibadahnya terbengkalai bahkan tertinggalkan.,
kenikmatan dunia yang ia rasakan menjadikannya lupa akan kematian. Sehingga ia
tidak malu bermaksiat kepada Allah Ta’ala, ia meninggalkan perintah-perintahNya
dan justru melaksanakan apa yang dilarang olehNya.
Allah
Ta’ala menggambarkan beratnya hari
pertanggungjawaban amal dalam beberapa ayat Al Qur’an, yang mana apabila
manusia mau untuk merenunginya niscaya hal itu akan menjadikannya benar-benar
berhati-hati dalam berbuat dan beramal. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala:
“Pada hari (ketika),
lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang
dahulu mereka kerjakan.”
(Q.S. An Nuur: 24)
“Pada hari
ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan
bersaksilah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (Q.S. Yaasin: 65)
“Dan
(ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah di giring ke dalam neraka, lalu
mereka dikumpulkan semuanya. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka,
pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang
apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka:
"Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" kulit mereka menjawab:
"Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan Kami
pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan
hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan". (Q.S. Fusshilat: 19 - 21)
Begitulah
gambaran hari pertanggungjawaban yang terdapat dalam Al Qur’an. Tidak hanya
lisan yang akan bersaksi, namun juga mata, telinga, tangan, kaki bahkan
kulitpun ikut bersaksi atas perbuatan yang manusia lakukan. Sekecil apapun perbuatan
kita akan ditampakkan balasanya oleh Allah Ta’ala, sebagaimana firman Allah
Ta’ala:
“Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan
melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di
dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai
celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak
(pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa
yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang
juapun". (Q.S. Al
Kahfii: 49)
Begitu
banyak ayat yang menjelaskan penyesalan orang-orang kafir, orang-orang munafiq,
dan orang-orang berdosa akan waktu kehidupannya yang disia-siakan sehingga
mereka minta waktu untuk kembali ke dunia untuk beramal, namun apa daya nasi
sudah menjadi bubur, penyesalan mereka tiada berguna. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala:
“Dan, jika Sekiranya
kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya
di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan Kami, Kami telah melihat
dan mendengar, Maka kembalikanlah Kami (ke dunia), Kami akan mengerjakan amal
saleh, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang yakin." (Q.S. As Sajdah: 12)
“Dan belanjakanlah
sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian
kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa
Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?" (Q.S. Al Munaafiqun: 10)
Melalui
ayat-ayat di atas Allah Ta’ala ingin
menunjukkan pada umatnya agar jangan sampai menyesal di akhirat kelak,
manfaatkanlah kehidupan di dunia ini dengan sebaik-baiknya agar kelak ketika di
akhirat kita menjadi golongan yang beruntung, golongan yang mendapatkan catatan
amal dengan tangan kanannya, golongan yang Allah Ta’ala mudahkan hisabnya,
golongan yang Allah beratkan timbangan kebaikannya hingga akhirnya dimasukkan
dalam Surga.
Seandainya
setiap muslim merenungi ayat-ayat di atas niscaya setiap kewajiban akan ia
tunaikan dengan penuh kekuatan, larangan-larangan Tuhan akan ia tinggalkan,
amanah yang ia emban tak akan disia-siakan, dan lain sebagainya. Oleh karenanya
marilah kita memperbaiki diri kita dengan senantiasa bertaubat kepada Allah
dari dosa di masa lampau, memperbaiki dan memperbarui niat dan amal shaleh
kita, mengingat akan fananya dunia dan kekalnya akhirat, mengingat akan
kematian sehingga tak terlalaikan dengan dunia, dan berusaha menjadi hamba
Allah Ta’ala yang muttaqiin, yang
bertakwa. Agar kelak ketika menghadapNya di hari perhitungan amal, kita
termasuk orang yang beruntung bukan orang yang buntung karena lalainya kita di
dunia.
Wallahu A’lam bis
Shawwab
Baca Juga Ya : Proses Kebangkitan Manusia Dari Kubur
Tags
Al-Islam