Allah SWT menciptakan jin dan manusia dengan satu tujuan utama yaitu agar jin dan manusia menyembah atau beribadah hanya kepada Allah Ta’ala sebagai penciptanya (mentauhdikan Allah Ta’ala), sebagaimana Firman Allah Ta’ala:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.(Q.S. Ad Dzariyat: 56).
Allah Ta’ala sebagai Rabb yang menciptakan manusia merupakan Dzat yang Maha Tahu atas segala sesuatu, begitupun apa yang terbaik bagi manusia sebagai hambaNya. Allah Tabaaraka Wata’ala telah memberikan petunjuk, jalan, tuntunan dan pedoman bagi hambaNya agar bisa beribadah kepadaNya dengan baik dan benar. Maka Ibadah yang dilakukan oleh seorang manusia harus berdasarkan apa yang telah Allah tetapkan, baik itu yang tertulis dalam Al Qur’an sebagai pedoman utama kehidupan maupun yang disampaikan oleh Rasulullah SAW yang dikenal dengan As Sunnah atau Hadits Rasulullah SAW.
Ibadah yang dilakukan tanpa dasar tersebut maka akan tertolak atau tidak diterima olehNya Tabaaraka Wata’ala, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
“Barang siapa yang melakukan amalan yang tidak ada perintah (tuntunannya) dari kami, maka ia (amalan/ibadah) akan tertolak” (HR. Bukhari Muslim)
Ada dua hal yang merupakan syarat utama dan syarat mutlak diterimanya amalan seorang hamba oleh Allah Ta’ala, yaitu Ikhlas dan Ittiba’. Dan syarat ini telah Allah Ta’ala jelaskan dalam firmanNya di akhir surat Al Kahfi:
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Q.S. Al Kahfii: 110)
Allah Ta’ala memerintahkan jin dan manusia sebagai hambaNya agar beramal shaleh sesuai tuntunan Rasulullah SAW dan Ikhlas hanya mengharap ridhoNya. Al Hafizh Ibn Katsir dalam tafsirnya mengatkan, “Inilah dua rukun diterimanya amal, yaitu amalan itu harus ikhlas lillahi ta’ala dan sesuai syari’at (tuntunan Rasululllah SAW).” Dua hal inilah yang menjadikan amalan itu amal shaleh, tanpa keduanya atau salah satunya maka amal itu bukanlah amal shaleh tetapi amal salah.
Syarat pertama, Ikhlas: seseorang beribadah semata-mata hanya karena mengharap Ridho Allah Ta’ala yang berarti menjauhkan diri dan hati dari riya’ dan sum’ah atau beramal karena mengharap pujian dari manusia (selainNya). Tanpa Ikhlas amalan itu tidak berarti, tanpa ikhlas amalan itu sia-sia, tanpa ikhlas amalan itu tak ada harganya, tanpa ikhlas amalan itu hanya kan menjadi petaka bagi hamba. Allah ta’ala berfirman tentang keharusan ikhlas dalam beribadah kepadaNya,
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus……..” (Q.S Al Bayyinah: 5)
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (Q.S. Az Zumar: 2)
Dan di dalam Hadits Qudsi , Allah berlepas diri dari hamba yang menyekutukannya dalam ibadah dan amalan (tidak Ikhlas). Oleh karenanya agar amalan yang kita lakukan itu diterima oleh Allah Ta’ala, maka amal shaleh yang kita lakukan haruslah ikhlas semata-mata karena Allah Ta’ala, bebas dari riya’ dan sum’ah.
Syarat kedua diterimanya amal shaleh adalah Ittiba’ atau Mutaba’atur Rasuul artinya dalam beribadah kepada Allah Ta’ala maka seorang hamba harus beramal sesuai dengan apa yang telah Rasulullah SAW contohkan. Allah Ta’ala telah menjadikan Rasulullah SAW sebagai sebaik-baik suri tauladan sebagaimana firmanNya,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al Ahzab: 21)
Allah Ta’ala menjadikan Islam sebagai satu-satunya agama yang Dia ridhoi dan Dia Yang Maha Kuasa telah menjadikan agama Islam ini lengkap sebelum diangkatnya Rasulullah SAW ke sisiNya (Ar Rafiiqul A’la) atau sebelum wafatnya beliau. Maka tidak ada tambahan dan pengurangan dalam tuntunan ibadah kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
…Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu….” (Q.S. Al Maidah: 3)
Dan Ittiba kepada Rasulullah SAW merupakan bukti dari cinta kita kepada Allah Ta’ala, sebagaimana firmanNya:
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali ‘Imran: 31)
Baca Juga : Tiga Amalan Utama Wasiat Rasulullah
Tags
Al-Islam