Amalan yang
dikerjakan seorang insan beriman hendaknya benar-benar dilandasi dengan ilmu (yang
terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunnah) serta keikhlasan mengharap ridhoNya
semata, karena tanpa dua hal ini amal kita akan sia-sia, tidak bernilai dan
tidak diterima di sisi Allah Ta’ala. Ilmu dan amal bagai dua sisi mata uang
yang tak bisa terpisahkan, seorang yang beramal tanpa ilmu maka dia sesat (Dholliiin) dan seseorang yang berilmu
tapi tidak diamalkan maka ia dimurkai oleh Allah Ta’ala (Maghdhuubi ‘Alaihim).
Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam
menunjukkan kepada umatnya berbagai macam amal shaleh yang mengandung
keutamaan, kemuliaan, dan pahala serta derajat yang tinggi disisiNya dibanding
amalan lainnya. Di antara amalan mulia tersebut adalah apa yang Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam sabdakan
dalam haditsnya,
Dari
Ibnu Mas’ud Ra. berkata, saya bertanya kepada Rasulullah SAW: Amalan apa
sajakah yang lebih dicintai oleh Allah Ta’ala?, Rasulullah SAW menjawab:”
Shalat tepat pada waktunya”, aku berkata, kemudian apa ya Rasulullah SAW?,
beliau bersabda: “Berbakti kepada kedua orang tua (Birrul Walidain)”, aku
berkata, kemudian apa ya Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Jihad di jalan Allah
(Al Jihaadu Fii Sabiilillah).
(HR. Bukhari Muslim)
Tiga Amalan
utama yang menjadi wasiat Rasulullah Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam dalam hadits tersebut adalah
Pertama : Shalat tepat pada waktunya
Shalat memiliki
kedudukan yang agung dalam agama Islam. Di antara keutamaannya bahwa ia merupakan
tiang agama seseorang, rukun Islam yang kedua, amalan yang akan pertama kali
dihisab di hari kiamat kelak, pencegah dari perbuatan keji dan mungkar, wasiat
terakhir Rasulullah SAW menjelang wafatnya beliau, pembeda bagi mukmin dari
orang-orang munafiq, kafir dan musyrik, serta satu-satunya amalan wajib yang
Allah perintahkan langsung kepada NabiNya Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam tanpa perantara malaikat Jibril (ketika Peristiwa Isra dan
Mi’raj).
Karena pentingnya kedudukan shalat dalam Islam, maka
Rasulullah SAW memerintahkan kepada umatnya untuk mulai mengajarkan shalat
kepada anak cucunya sejak dini, menyuruhnya shalat ketika berumur tujuh tahun
dan memukulnya ketika tidak mengerjakan shalat padahal telah berumur sepuluh
tahun. Khalilullah, kekasih Allah
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam memberikan
perhatian yang sangat besar terhadap shalat, sehingga ketika ia meninggalkan
istrinya Siti Hajar dan putranya tercinta Ismail As. atas perintah Allah
Ta’ala, maka doa yang dipanjatkan oleh Ibrahim adalah agar mereka diberikan
rezeki berupa buah-buahan dan agar mendirikan shalat. Allah ta’ala berfirman:
“Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat
rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka
bersyukur.” (QS. Ibrahiim: 37)
Tidak hanya itu, Ibrahim As. juga berdoa agar dirinya
dan anak cucunya menjadi orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat,
sebagaimana Firman Allah Ta’ala,
“Ya
Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan
shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.”(Q.S. Ibrahiim: 40)
Shalat lima waktu yang merupakan kewajiban bagi setiap
muslim telah Allah tentukan waktunya, sebagaimana firmanNya:
Allah Ta’ala
berfirman:
“Maka apabila kamu telah
menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan
di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah
shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
(QS. An Nisa: 103)
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir
sampai gelap malam (dhuhur, ashar, maghrib dan Isya) dan (dirikanlah pula
shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra: 78)
Shalat lima waktu akan sempurna manakala dikerjakan
dengan berjama’ah dan tepat pada waktunya. Shalat ia kerjakan di awal waktu, ia
tidak menunda-nunda shalat, ia senantiasa merindukan datangnya waktu shalat dan
mengerjakannya dengan penuh kesungguhan dan kekhusyukan. Shalat lima waktu baginya
bukanlah kewajiban belaka, namun merupakan kebutuhan utama dalam kehidupannya.
Segala hal yang berkaitan dengan dunia ia tinggalkan manakala panggilan adzan
berkumandang. Karena orang-orang yang senantiasa menjaga shalat termasuk ke
dalam golongan mukmin beruntung yang Allah Ta’ala akan masukkan ke dalam surga
Firdaus sebagaimana firmanNya:
“Dan orang-orang yang memelihara
shalatnya. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,, (yakni) yang akan
mewarisi surga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Mu’minun: 9 -11)
Kedua:
Berbakti kepada Orang Tua (Birrul
Walidain)
Birrul Walidain merupakan amalan kedua yang Rasulullah SAW wasiatkan kepada umatnya
setelah shalat lima waktu tepat pada waktunya. Inilah amalan mulia yang Allah Ta’ala
sandingkan langsung dengan tauhid kepadaNya, sebagaimana tercantum dalam
firmanNya,
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, ..(Q.S. An Nisa: 36)
“Katakanlah: "Marilah
kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua
(ibu bapak),….” (Q.S. Al An’am: 151)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya……”. (Q.S. Al Isra: 23)
Itulah keutamaan berbakti
kepada kedua orang tua yang Allah Ta’ala jelaskan langsung dalam Al Qur’an.
Kedudukannya yang Allah Ta’ala tetapkan setelah Tauhid (mengesakan Allah), menunjukkan
betapa agungnya amalan ini. Maka seorang mukmin yang tidak berbakti kepada
orang tuanya (birrul walidain)
berarti ia telah melakukan sebuah berdosa besar. Dan dosa dari pada durhaka
kepada kedua orang tua itu menempati urutan kedua, tepatnya setelah dosa besar
yaitu syirik (menyekutukan Allah) sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang
disampaikan di depan para sahabatnya,
“Maukah aku beritahukan kepada kalian sebesar-besarnya dosa besar, kami
menjawab: iya wahai Rasulullah, maka Rasulullah SAW bersabda: “Menyekutukan
Allah (Syirik) dan durhaka kepada orang tua…………………” (HR. Bukhari Muslim)
Inilah janji dan ancaman
dari Allah Ta’ala kepada hambaNya tentang berbakti kepada kedua orangtua. Surga
yang penuh kenikmatan bagi mereka yang senantiasa berbakti kepada orang tuanya
dan neraka yang penuh dengan kepedihan bagi mereka yang durhaka. Ridho Allah
ada pada ridho kedua orang tua, demikianlah Rasulullah SAW menyampaikan kepada
kita dalam sabdanya.
Ketiga: Jihad di Jalan Allah
Dan adapun wasiat Rasululllah SAW yang ketiga adalah tentang jihad fii sabiilillah. Inilah amalan
yang merupakan puncak kejayaan Islam, puncak amalan tertinggi dalam menegakkan kalimatullah (Tauhiid) di muka bumi.
Dengan Jihad yang Rasulullah Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya Radhiallaahu
‘Anhum laksanakan, maka Islam menjadi mulia dan
tersebar di berbagai penjuru dunia. Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu kutunjukkan
suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?. (yaitu) kamu
beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”(Q.S. As Shaff: 10-11)
Dalam ayat di atas Allah Ta’ala menjadikan jihad sebagai sebuah amalan
mulia yang menyelamatkan pelakunya dari azab yang pedih, sebuah perniagaan
tiada rugi, perniagaan antara hamba dan Tuhannya yang dijanjikan surga,
sebagaimana firmanNya:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri
dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada
jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” (Q.S. At Taubah: 111)
Dua Ayat Al Qur’an di atas menjelaskan kepada kita
tentang keutamaan dari jihad di jalan Allah. Islam akan mulia manakala umatnya
berpegang teguh terhadap ajaran agama dan berjihad di jalanNya, jika jihad
telah ditinggalkan maka yang ada pada umat ini hanyalah kehinaan dan
keterpurukan. Rasulullah Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam bersabda dalam haditsnya,
“Jika engkau
sekalian berjual beli dengan riba, dan menyukai cocok tanam dan berternak, serta
meninggalkan jihad di jalan Allah, maka Allah Ta’ala akan menimpakan kehinaan
kepada kalian dan tidak akan hilang kehinaan itu sampai kalian kembali kepda
agama kalian” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Baihaqi)
Laa ‘Izzata Illa bil Jihad, No Prestige Without Jihad,
Tiada kemuliaan kecuali dengan Jihad adalah ungkapan yang sangat tepat bagi
kemuliaan Islam. Tentunya adalah jihad yang sesuai dengan ajaran dan tuntunan
Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam.
Harus ada dalam benak kita keinginan untuk bisa berjihad di jalanNya, baik itu
dengan diri, harta, maupun kedua-duanya. Jangan sampai tidak ada sedikitpun
keinginan untuk berjihad di jalanNya, karena hal itu bisa menjadikan kita
meninggal dalam salah satu sumbu kemunafikan, Naudzubillah min Dzalik.
Itulah tiga amalan mulia wasiat Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam kepada umatnya, umat yang mendambakan
kebahagiaan dunia dan akhirat, umat yang menginginkan ridhoNya berupa surga,
dan umat yang menginginkan dijauhkannya api neraka dari dirinya. Semoga kita termasuk
ke dalam golongan umatnya yang senantiasa berusaha istiqamah dalam melaksanakan
tiga wasiat Rasulullah Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam tersebut.
Wallahu A’lam bis Shawwab.
Tags
Al-Islam