Pada awal Muharram, ketika kaum Quraisy melihat Islam yang dibawa oleh Rasulullah semakin tersebar, mereka menggantungkan plakat pemboikotan di atas ka’bah terhadap Bani Hasyim, Bani Muthalib dan pengikut-pengikutnya. Abu Thalib marah, pengumpatannya terhadap kaum Quraisy terlahir lewat puisinya yang terkenal.
Inilah alasan pertama hijrah Rasul dan pengikut-pengikutnya. Kondisi umat Islam di Makkah sudah tidak memungkinkan untuk berlarut-larut dalam kepedihan dan rintihan. Selama 13 tahun di Makkah dalam dakwah Islam dianggap oleh kafir Quraisy sebagai ancaman dan bom waktu yang setiap saat dapat meledak.
Oleh karena itulah Allah memerintahkan nabi untuk hijrah bersama pengikutnya. Lingkungan yang tidak kondusif menuntut manusia berpikir mencari jalan terbaik untuk mengubah nasib hidupnya.
Kaum Muslimin menyadari bahwa kesabaran yang telah mereka lakukan selama ini, bahkan sudah puluhan tahun mesti diubah dengan perubahan makna sabar pasif kepada sabar aktif. Dan merubah suasana itu menjadi kondusif bagi pemikiran dan kehidupan mereka. Motivasi ini, didasarkan firman Alllah SWT :
“Sesungguhnnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga mereka merubah nasib mereka sendiri (QS. Ar-Ra’du : 11)
Jadi, tidak ada jalan terbaik bagi kaum Muslimin Makkah saat itu, kecuali Hijrah. Merubah keadaan yang inkondusif menjadi kondusif. Makna inilah yang mesti kita telaah dengan sebenar-benarnya untuk kita terjemahkan dalam pola hidup kita.
Baca Juga : Sejarah Singkat dan Makna Tahun Baru Islam
Era reformasi bagi bangsa Indonesia telah mengantarkan bangsa Indonesia kepada atmosfir baru bagi pembangunan mental dan spritual bangsa. Meski hal tersebut harus dibayar mahal dengan pengorbanan jiwa dan harta. Namun harus disadari bahwa pengorbanan tersebut akan sia-sia belaka tanpa adanya kemauan berbagai pihak untuk berhijrah dari beragam atmosfir pengibirian nilai-nilai agama yang mengajarkan akhlaqul karimah justru meyelamatkan mereka dari jurang kehancuran.
Motivasi hijrah yang terkandung dalam bulan Muharram ini, mengajak kita merenung untuk menelaah berbagai ketimpangan dan kekhilafan. Sudah saatnya untuk melakukan introspeksi diri atas kesalahan kita selama ini. Hijrah hendaknya didasari dengan kesucian hati dan keikhlasan. Tanpa niat yang suci takkan berarti apa-apa. Manusia hanya mendapat kepuasan dunia yang sangat mudah datang dan sangat mudah pula pergi. Maka standar memahami hijrah ini berpusat pada niat. Apabila seseorang berhijrah dengan niat yang benar maka ia akan mendapat pahala yang setimpal atas perbuatannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah :
“Sesungguhnnya setiap perbuatan itu dengan niat, dan setiap manusia akan dihisab sesuai niatnya, maka barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan RasulNya, maka ia benar-benar berhijrah demi Allah dan RasulNya dan barangsiapa berhijrah karena dunia yang diinginkannya atau karena perempuan yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya untuk tujuan tersebut.’ (HR. Bukhari Muslim)
Tags
Sejarah Islam