Suntiang adalah mahkota hiasan kepala pengantin wanita Minangkabau, Sumatera Barat. Suntiang utamanya digunakan saat prosesi pernikahan di Minangkabau. Suntiang dikenakan oleh mempelai wanita, selain untuk pernikahan, suntiang juga sering dikenakan oleh wanita atau gadis Minangkabau. Para gadis Minang, mulai dari gadis cilik (anak-anaka) sampai pada gadis remaja mengenakan suntinag untuk acara pawai (arak-arakan). Baik dalam acara karnaval Agustusan, maupun acara haflah khatam Al-Qur’an di Minang.
Suntiang terbagi kepada dua macam menurut ukurannya, ada suntiang gadang untuk anak daro (pengantin wanita) dan adapula suntiang ketek untuk dikenakan pada pendamping penganting atau penggiring pengantin perempuan.
- Suntiang bungo pudieng
- Suntiang pisang saparak
- Suntiang pisang saikek
- Suntiang kambang loyan
Suntiang berdasarkan ikat
- Suntiang ikek Pasisia
- Suntiang ikek Kurai
- Suntiang ikek Solok Selayo
- Suntiang ikek Banuhampu Sungai Puar
- Suntiang ikek Lima Puluh Kota
- Suntiang ikek Sijunjung Koto Tujuh
- Suntiang ikek Batipuh X Koto
- Suntiang ikek Sungayang
- Suntiang ikek Lintau Buo
Suntiang pada awalnya dibuat dengan berat mulai 3 Kg sampai 5 Kg, sehingga saat menggunakan suntiang ini, di mana saat pelaksaan prosesi perkawinan sejak pagi hari hingga maam hari, membuat anak daro Minang menahan beban berat di kepala, akhirnya dengan inovasi pengrajin suntiang di Minang, maka dibuatlah suntiang yang lebih ringan.
Pakaian adat Minangkabau yang khas, tidak transparan dan tidak pula ketat, menambah kecantikan anak dari Minang saat diengkapi dengan hiasan kepala tersebut. Suntiang yang dikenakan umumnya suntiang yang berwarna kuning emas dan menambah kesan mewah pada pengantin.
Suntiang Minang telah sejak dahulu digunakan oleh Masyarakat Minang dan sampai era modern hari ini pun, suntiang masih dilestarikan dan digunakan oleh gadis Minang. Sebagai budaya Minangkabau, gadis Minang harus bangga menggunakan suntiang dan menjadi jati diri saat mengenakan dalam berbagai acara dan terutama pada prosesi pernikahan gadis Minagkabau.
Suntiang pun telah tersebar di Indonesia, karena umumnya masyarakat Minang yang terkenal akan budaya merantau, sebagai kecintaan mereka terhadap budaya Minangkabau ini, mereka juga menggunakan suntiang, meskipun melaksanakan pernikahan di luar Sumbar, dan bahkan jika suntiang sulit untuk didapatkan, mereka rela memesannya ke kampung halaman.
Wah berat juga ya suntiangnya, tapi syukur deh, udah ada inovasi supaya gak terlalu berat lagi.
ReplyDeleteSeharusnya memang dilestarikan budaya suntiang ini, biar tetap ada sampai sekarang dan nanti...
@Mas Hendra, iya semoga saja tetap lestari, memang saat ini mahkota pengantin Minang masih menggunakan suntiang ini mas.
ReplyDeleteWah berat ya, Mas? Itu kalau pakainya lama bikin kepala pusing gak ya? Taoi kalau udah biasamungkin gak pusing ya? Keren lah budaya-budaya kita..
ReplyDelete